dengan otak manusia dapatmenaklukkan dunia.oleh sebab itu kita harus memanfaatkan kemampuan kita untuk terus memikir kedepan dan terus maju menggapai cita-cita

Saturday 19 September 2015

Berfikir Dalam Upaya Untuk Mengasah Hati






Hati akan menjadi tumpul apabila tidak dipakai untuk berfikir, namun energi hati lebih kuat apabila dipakai untuk berfikir. Islam memberi kebebasan untuk berfikir, bahkan memerintahkan agar kita berfikir demi melakukan perenungan untuk mencapai jalan kebenaran.
Bagi orang yang suka berfikir akan merenungkan jagat raya sebagai perwujudan ciptaan Allah maka dia lebih mulia dari pada ahli badah yang sama sekali tidak berbuat demikian. Bahkan menurut Al Hasan bahwa berfikir itu lebih mulia dari pada sholat malam.

Menurut pendapat Alfadil, “berfikir merupakn cermin yang membuatmu dapat melihat kebaikan dan keburukan, dapat melihat                                                        kebaikan dan kesalahan mu sendiri”.

Ibnu Abbas berkata, “ berfikir tentang kebaikan dapat memotivasi untuk mengamalkannya. Menyesali kejahatan dapat memotivasi untuk meninggalkanya’’.

Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa suatu ketika Ibrahim bin Adham ditanya mengapa engkau suka merenung dan berfikir. Ia menjawab, “ sebab berfikir merupakn dinamika penggerak akal dan membangkitkan daya energi hati”

Nasihat Imam Syafi’i : manfaatkanlah kalam dengan diam. Kebenaran melakukan pengamatan terhadap sesuatu merupakan sebuah keselamatan dari tipu daya. Keteguhan dalam berfikir dan mengemukakan pendapat merupakn keselamatan yang dihindarkan diri dari penyesalan. Berfikir dan merenung dapat membuka kreatifitas yang cerdas. Berdiskusi dengan orag bijak, dapat mernyakinkan jiwa, menajamkan penglihatan hati. Berfikir sebelum kau mengambil keputusan . renungkanlah jika bertindak. Bermusyawarahkan sebelum tampil kedepan.

Umar bin Abdul Aziz berpendapat, “ berfikir imengeni nikmat Allah Azza wa Jalla termasuk ibadah yang paling baik.

Telah diceritakan oleh Atha’ bahwa suatu ketika ia dan Abdullah bin Umar pergi menemui Aisyah r.a. keduanya berbicara dengan istri Rosulullah    itu dengan dibatasi tabir. Karena telah lama dia tidak berkunjung, maka Aisyah menegur, “ wahai Ubaid ( sebutan Abdullah ) apa yang menhalangimu sehingga tidak menziarahi kami ?”

Karena aku pernah mendengarkan Rosulullah saw bersabda, ‘berkunjunglah selang beberapa hari, jangan sering –sering, maka akn bertambah sayang’. Kemudian Umar bin Abdullah melanjutkan, “wahai aisyah, maukah engkau menceritakan pribadi Rasulullah yang paling menarik dan mengagumkanmu ?”. namun Aisyah tak segera menjawab, ia menangis tersedu- sedu. Tidak begitu lama kemudian ia bercerita : semua kpribadian Rosulullah sungguh mengagumkan. Namun ada suatu hal yang membuatku lagi lebih kagum, yaitu ketika suatu malam ia mendatangiku dan masuk (ke kamar ) lalu berbaring bersamak. Beliau berada satu selimut denganku sehingga kulit kami bersentuhan. Namun tiba-tiba berkata, “wahai putri Abu Bakar, ijinkan dan biarkanlah aku menyembah Tuhanku “ Kemudian aku berkata, “ sesungguhnya aku lebih senang berada didekatmu, tetapi aku tidak dapat mencegahmu untuk lebih mengutamakan lebih mendekatkan dirimu kepada-Nya”.

Aisyah melanjutkan ceritanya : kemudian beliau bangkit dan menuju ke tempat air an berwudhu dengan menggunakan air sehemat mungkin sehingga tidak banyak yang terbuang sia-sia. Selanjutnya Rosulullah saw berdiri melakukan sholat. Kudengar ia menangis sehingga air matanya membasahi jenggotnya. Ketika rukuk juga menangis , ketika sujud pun menangis hingga air matanya menetes ketempat sujudnya, ketika mengangkat kepala menangis pula.
Tak henti hentinya dia berada dalam keadaan seperti itu, hingga bilal datang dan bertanya,” wahai Rosul, apa yang menyebbkan enkau menangis ? Padah Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu yang telah datang”. Rosulullah saw menjawab, bagai mana tidak menangis. Sebagai hamba seharusnya aku banyak bersyukur, tetapi tidak melakukan hal itu, sedangkan Allah menurunkan firmaNya, dalam surat Al-Baqarah : 164”.

Lanjut aisyah kemudian beliau berkata, “ celaka bagi orang yang membacanya, dan tidak mau berfikir terhadap kandunganya”.


Begitulah cerita Siti aisyah kepada Abdullah,

Intinya berfikir dahulu sebelum kita bertindak karena penyesalan datangnya ada di belakang. 
karena Nabi Adam a.s pernah menyesal ketika turun dari surga.

0 comments:

Post a Comment