Hati akan menjadi tumpul apabila tidak dipakai untuk berfikir, namun energi hati lebih kuat apabila dipakai untuk berfikir. Islam memberi kebebasan untuk berfikir, bahkan memerintahkan agar kita berfikir demi melakukan perenungan untuk mencapai jalan kebenaran.
Bagi orang yang suka berfikir akan merenungkan jagat raya
sebagai perwujudan ciptaan Allah maka dia lebih mulia dari pada ahli badah yang
sama sekali tidak berbuat demikian. Bahkan menurut Al Hasan bahwa berfikir itu
lebih mulia dari pada sholat malam.
Menurut pendapat Alfadil, “berfikir merupakn cermin yang membuatmu dapat melihat kebaikan dan
keburukan, dapat melihat kebaikan dan kesalahan mu sendiri”.
Ibnu Abbas berkata, “
berfikir tentang kebaikan dapat memotivasi untuk mengamalkannya. Menyesali
kejahatan dapat memotivasi untuk meninggalkanya’’.
Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa suatu ketika Ibrahim
bin Adham ditanya mengapa engkau suka merenung dan berfikir. Ia menjawab, “ sebab berfikir merupakn dinamika penggerak
akal dan membangkitkan daya energi hati”
Nasihat Imam Syafi’i :
manfaatkanlah kalam dengan diam. Kebenaran melakukan pengamatan terhadap
sesuatu merupakan sebuah keselamatan dari tipu daya. Keteguhan dalam berfikir
dan mengemukakan pendapat merupakn keselamatan yang dihindarkan diri dari
penyesalan. Berfikir dan merenung dapat membuka kreatifitas yang cerdas.
Berdiskusi dengan orag bijak, dapat mernyakinkan jiwa, menajamkan penglihatan
hati. Berfikir sebelum kau mengambil keputusan . renungkanlah jika bertindak.
Bermusyawarahkan sebelum tampil kedepan.
Umar bin Abdul Aziz berpendapat, “ berfikir imengeni nikmat Allah Azza wa Jalla termasuk ibadah yang
paling baik.
Telah diceritakan oleh Atha’ bahwa suatu ketika ia dan
Abdullah bin Umar pergi menemui Aisyah r.a. keduanya berbicara dengan istri
Rosulullah itu dengan dibatasi tabir. Karena telah lama
dia tidak berkunjung, maka Aisyah menegur, “
wahai Ubaid ( sebutan Abdullah ) apa yang menhalangimu sehingga tidak
menziarahi kami ?”
Karena aku pernah mendengarkan Rosulullah saw bersabda, ‘berkunjunglah selang beberapa hari, jangan
sering –sering, maka akn bertambah sayang’. Kemudian Umar bin Abdullah
melanjutkan, “wahai aisyah, maukah engkau
menceritakan pribadi Rasulullah yang paling menarik dan mengagumkanmu ?”.
namun Aisyah tak segera menjawab, ia menangis tersedu- sedu. Tidak begitu lama
kemudian ia bercerita : semua kpribadian Rosulullah sungguh mengagumkan. Namun
ada suatu hal yang membuatku lagi lebih kagum, yaitu ketika suatu malam ia
mendatangiku dan masuk (ke kamar ) lalu berbaring bersamak. Beliau berada satu selimut
denganku sehingga kulit kami bersentuhan. Namun tiba-tiba berkata, “wahai putri Abu Bakar, ijinkan dan
biarkanlah aku menyembah Tuhanku “ Kemudian aku berkata, “ sesungguhnya aku
lebih senang berada didekatmu, tetapi aku tidak dapat mencegahmu untuk lebih
mengutamakan lebih mendekatkan dirimu kepada-Nya”.
Aisyah melanjutkan ceritanya : kemudian beliau bangkit dan
menuju ke tempat air an berwudhu dengan menggunakan air sehemat mungkin
sehingga tidak banyak yang terbuang sia-sia. Selanjutnya Rosulullah saw berdiri
melakukan sholat. Kudengar ia menangis sehingga air matanya membasahi
jenggotnya. Ketika rukuk juga menangis , ketika sujud pun menangis hingga air
matanya menetes ketempat sujudnya, ketika mengangkat kepala menangis pula.
Tak henti hentinya dia berada dalam keadaan seperti itu, hingga
bilal datang dan bertanya,” wahai Rosul,
apa yang menyebbkan enkau menangis ? Padah Allah telah mengampuni dosamu yang
telah lalu yang telah datang”. Rosulullah saw menjawab, bagai mana tidak
menangis. Sebagai hamba seharusnya aku banyak bersyukur, tetapi tidak melakukan
hal itu, sedangkan Allah menurunkan firmaNya, dalam surat Al-Baqarah : 164”.
Lanjut aisyah kemudian beliau berkata, “ celaka bagi orang yang membacanya, dan tidak
mau berfikir terhadap kandunganya”.
Begitulah cerita Siti aisyah kepada Abdullah,
Intinya berfikir dahulu sebelum kita bertindak karena
penyesalan datangnya ada di belakang.
karena Nabi Adam a.s pernah menyesal ketika turun dari surga.
0 comments:
Post a Comment